KH Marsudi Syuhud: Perbedaan Awal Ramadan Harus Disikapi dengan Bijak

HomeAgenda dan Berita

KH Marsudi Syuhud: Perbedaan Awal Ramadan Harus Disikapi dengan Bijak

JAKARTA (TASHIH MUI) Dalam rangka menyambut Ramadan, Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI MUI) menggelar webinar

MUI: Sumber Informasi Harus Tashih Agar Rahmatan Lil ‘Alamin
Selamat Memperingati Isra’ Mi’raj 1443 H
Berita Dukacita

JAKARTA (TASHIH MUI) Dalam rangka menyambut Ramadan, Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia (LPBKI MUI) menggelar webinar “Penentuan 1 Ramadan dan Khazanah Kalender Nusantara” pada Kamis (24/3) hasil kolaborasi dengan Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII). Acara tersebut dihadiri oleh segenap pakar yang memumpuni keilmuannya, yaitu Prof. Susiknan Azhari selaku Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Dr. H. Adib M.M selaku Direktur Urais Binsar Kemenag RI, Mochamad Ali Shodiqin penemu Kalender Bahari Nasional, dan Prof. Dr. Thomas Jamaluddin peneliti Astronomi Pusat Riset Astronomi BRIN. Acara ini juga dihadiri oleh Dr. KH. Marsudi Syuhud, M.M. selaku Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A. selaku Sekjen MUI, dan Prof. Dr. H. Endang Soetari Nd, M.Si. selaku Ketua LPBKI MUI.

Dalam pembukaan webinar, Kiai Marsudi Syuhud menyampaikan bahwa ilmu penentuan kalender sangat penting untuk diketahui oleh kaum Muslimin.

“Pentingnya mengetahui ilmu penentuan kalender sangat berpengaruh untuk menetapkan kapan dimulainya ibadah Ramadhan. Jadi sudah selayaknya ilmu ini dipelajari dengan serius,” ungkap Kiai Marsudi Syuhud.

Perihal ada perbedaan penetapan awal Ramadhan, Pengasuh Ponpes Darul Uchwah ini berpesan bahwa hal tersebut lumrah terjadi dan perlu disikapi dengan saling menghormati argumentasi yang ada.

Selama ini, dikatakan Kiai Marsudi, Kemenag mewadahi perbedaan-perbedaan yang ada dengan mengadakan sidang itsbat penentuan Ramadan.

Kiai Marsudi juga menjelaskan kesepakatan empat mazhab bahwa penentuan bulan Ramadan hanya bisa ditempuh dengan metode rukyah atau observasi hilal. Apabila memggunakan metode rukyah hilal tidak tampak, maka dilakukan istikmal (menyempurnakan) bulan Syaban menjadi 30 hari.

Pendapat tersebut didasari dengan salah satu dalil Al-Qur’an pada kutipan surah al-Baqarah ayat 185, yaitu:

… فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ ..

“…Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah…

Di samping itu, Kiai Marsudi  juga menyampaikan terdapat pendapat kedua, yaitu pendapat Ibnu Subki dan Ibnu Furaij yang menyatakan bahwa awal Ramadhan bisa ditentukan dengan metode hisab.

“Perbedaan mengenai awal Ramadan harus disikapi dengan bijak, karenanya para Ulama telah mencontohkan bahwa sekalipun berbeda pendapat dan dalil argumen yang digunakan, namun tetap saling menghormati perbedaan yang ada,” pungkas Kiai Marsudi.

Webinar tersebut dimoderatori oleh Gus Roqiyul Maarif Syam, S.H., M.H., anggota LPBKI MUI.

[www.mui.or.id, www.jawapost.co.id, dll.]

COMMENTS

WORDPRESS: 0
DISQUS: 0