Tashihmui.id- Wasathi (Wadah Silaturrahmi Khatib Indonesia) bersama dengan LPBKI-MUI (Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indone
Tashihmui.id- Wasathi (Wadah Silaturrahmi Khatib Indonesia) bersama dengan LPBKI-MUI (Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelis Ulama Indonesia) menyelenggarakan Seminar Halaqah dan Sosialisasi Buku Khutbah Jumat Islam Wasathiyah di Aula Masjid Agung Al-Jihad Ciputat Tangerang Selatan pada Ahad, 23/7/ 2023. Dalam acara tersebut dilaksanakan juga pelantikan pengurus Wasathi Kota Tangerang Selatan Periode tahun 2023-2025.
Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber ternama, di antaranya K.H. Ahmad Zubaidi, M.A, K.H. Arif Fahrudin, M.Ag., Gus Najih Ar-Romadhoni, Ahmad Haromain, M.A dan Fauzan Amin, M.A. Acara ini juga dihadiri puluhan peserta dari kalangan dewan kemakmuran masjid (DKM), para dai, khatib di Tangsel dan sekitarnya.
Kegiatan ini dimulai dengan sambutan Ustadz Fauzan selaku Ketua Umum Wasathi. Ia menyampaikan terimakasih atas kehadiran peserta, yang juga terdiri dari para ibu, di acara sosialisasi Buku Khutbah.
Selain itu, sambutan juga disampaikan Ustadz Haromain, Sekretaris LPBKI MUI. Ia menyampaikan bahwa kehadiran LPBKI MUI merespons perkembangan dakwah Islam melalui konten-konten cetak maupun elektronik.
“Masyarakat sekarang lebih fokus pada makanan halal atau tidak. Tetapi mengabaikan konten-konten dakwah keislaman yang berkembang di masyarakat sekarang yang terindikasi Radikal, menyimpang dan sebagainya. Sehingga lahirlah LPBKI MUI”, ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pentingnya kesadaran masyarakat dalam memilah dan memilih konten Islam. “Dengan kemudahan teknologi saat ini masyarakat harus lebih pintar memilih informasi, konten, tema dakwah keislaman yang moderat.
Kehadiran LPBKI MUI ini memudahkan masyarakat untuk mengakses sumber-sumber dan keaslian konten yang tersebar di masyarakat. Rapat rapat. Sudah banyak melakukan pentashihan. Website. Keragaman yang ada bisa bersama dalam satu negara, dengan keberagaman itu tetap sepakat kepada kesatuan salah satu upaya nya adalah dengan Buku khutbah islam wasathiyah”, tandasnya dengan secara resmi membuka acara ini.
Di kesempatan yang sama Bapak Drs. Nurul Yaqin sebagai narasumber dalam kegiatan ini menyampaikan tentang konteks masyarakat Tangsel dari segi demografi agar lebih berhati-hati dalam menyerap konten Islam dari dunia maya dimana para dai dan khatib harus mampu mengedukasi followers atau jama’ahnya. “Para Dai dan khatib sudah harus bisa menyetting folowers atau jamaahnya. di tangsel sudah lebih berkembang masyarakatnya jadi benar salah bisa dilihat dari viral atau tidak informasi yang tersebar di dunia maya. di tangsel terdapat wilayah-wilayah yang terus berlomba-lomba membangun kota Smart, seperti Sumarecon, Bintaro, BSD, dan lain-lain. Itu terindikasi bahwa penduduk muslim yang ada mulai tergerus atau berkurang. Dan kita harus berhati-hati dan harus segera hadir terjun kepada wilayah-wilayah tersebut” ungkapnya.
Sementara itu, Gus Najih Romadhoni menjelaskan mengenai posisi strategis khutbah dalam hubungan Islam dan Indonesia. “khutbah menentukan sahnya salat jumat di Indonesia, khutbah memiliki peran yang sangat strategis untuk kepentingan Islam dan negara indonesia, sehingga tidak memecah belah umat dan mengurangi kesatuan bangsa, keberagaman di Indonesia sangat luas, perbedaan yang cukup signifikan dengan negara Islam lainnya. Di mana di sana semua harus mengikuti pemerintah. Sedangkan Indonesia sangat memberikan kebebasan kepada umat muslim yang ada, Indonesia memiliki masjid terbanyak di dunia. Perpecahan sudah ada di mana-mana, perantara ormas, kelompok, perbedaan politik. Untuk itu masjid merupakan cara untuk menengahi itu” terang Najih.
Ia pun memberikan saran kepada para khatib agar menghindari masalah yang masih bersifat khilafiyah untuk disampaikan saat khutbah. “Para khatib disarankan untuk tidak menyampaikan dan hindari masalah khilafiyah atau furuiyah. Khatib juga harus update terkait konten-konten dakwah yang akan disampaikan beriringan dengan perkembangan zaman . DKM harus memperhatikan buletin-buletin sayan sering masuk ke mesjid-mesjid dan itu terindikasi kepada aliran yang sesat” tambahnya.
Narasumber lainnya, K.H. Arif Fahrudin, M.Ag (Wakil Sekretaris Jenderal MUI) menyampaikan pentingnya melakukan politik khutbah, bukan politisasi khutbah. Yakni dengan menyampaikan ajakan pengentasan kemiskinan, penguatan agama, peningkatan kualitas pendidikan dan literasi.
Kiai Arif menegaskan bahwa “Politik khutbah perlu, yang arahnya kepada hal pengentasan kemiskinan, penguatan agama, peningkatan mutu pendidikan dan literasi politik. Politisasi khutbah “no”.
Ia pun mengingatkan, “Materi khutbah jangan melulu perihal langitan atau mengurusi akhirat sehingga urusan dunia dan keumatan tertinggal. Materi khatib harus menghadirkan kedamaian”,
Kemudian narasumber pamungkas, K.H Ahmad Zubaidi, M.A., ketua Komisi Dakwah MUI Pusat menjelaskan perihal rukun khutbah. Sebab menurutnya banyak dijumpai para khatib yang meninggalkan rukun khutbah. “Para khatib wajib melaksanakan rukun khutbah, banyak dijumpai khatib yangmeninggalkan rukun khutbah. Sebab etika khutbah, tidak sama dengan ceramah umum biasa. Begitu menurut imam al Ghazalin dalam kitab al-adab fiddin dalam majmu’ah rasail al-imam al-ghazali” terang Kyai Zubaidi, sapaan akrabnya.
Ia juga memaparkan bahwa: “khatib harus memperhatikan “rambu-rambu khutbah”, yaitu: tidak terburu-buru, menghormati jamaah, Jangan banyak ngobrol, Menunggu waktu dengan berdzikir, menjaga kewibawaan, percaya diri, khusyu’, menyampaikan salam dengan mantap, duduk mendengarkan adzan tidak main handphone, meyakini materi akan bermanfaat, responsip terhadap kejadian yang ada, mengangkat tangan ketika berdoa, memperhatikan muadzin dan jamaah sebelum memimpin salat, berdoa yang baik dan dimengerti jamaah, dan durasi waktu khutbah, rata-rata sekitar 15-20 menit” paparnya.
Ia juga menambahkan bahwa “nilai Islam Wasathiyah harus disyiarkan melalui dakwah. dalam arti dakwah itu mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul , menyayangi bukan menyaingi, mendidik bukan membidik, membina bukan menghina, membela bukan mencela, ramah bukan marah, mencari solusi bukan mencari simpati. Wasathi di tengah, tidak ke kiri tidak ke kanan” pungkasnya menutup kegiatan seminar. *)
COMMENTS